Aku selalu underestimate dengan buku motivasi. Entahlah, mungkin karena mindsetku udah terlanjur tersetting bahwa buku motivasi hanya untuk mereka yang desperate atau butuh support. Sebentar, baiknya aku persempit dulu buku motivasi yang kumaksud. Dalam hal ini yang aku underestimate-in adalah buku motivasi yang dalemnya isinya kumpulan quotes (orang lain). Jadi, mari kita sepakati bahwa istilah buku motivasi yang kubicarakan di sini adalah buku kumpulan quote. Oke? Sip.
Balik lagi.
Mau secanggih apapun quote-nya, seciamiks apapun layoutnya, se-responsive apapun bukunya (emang website pake istilah responsive XD) aku terlanjur berprasangka buruk dengan buku macam itu. Bahkan pernah bicara pada diriku sendiri bahwa aku bersumpah tidak akan pernah membeli buku macam itu.
Tapi akhirnya aku beli.
Baiklah.
Mungkin tulisan ini aku buat sebagai bentuk klarifikasi terhadap diriku sendiri. Karena (hanya) dengan membeli buku motivasi itu rasanya aku sudah mengkhianati bagian dari diriku yang lain. Dan berdamai dengan diri sendiri selalu tidak mudah. Huft.
Bagi kalian (yang mungkin tersesat membaca ini) mungkin tulisan ini tidak penting. Jadi, please, skip aja. Tapi bagiku ini penting. Karena setelah kupikir-pikir, aku selalu seperti itu. Saat aku mengingkari sesuatu yang kujanjikan pada diriku sendiri, aku merasa harus memberikan penjelasan yang bisa diterima oleh diriku yang lain. Yang kumaksud "diriku yang lain" bukan berarti aku berkepribadian ganda, ya. Hanya saja, begini, kurasa setiap kita sering ada momen berbicara pada diri sendiri nggak sih? Nah, untukku momen berbicara kepada diri sendiri itu seringkali terdengar seperti sebuah percakapan dalam kepalaku. Gagasan, ide, inspirasi, bahkan skenario cerita biasanya muncul dari momen itu. Jadi, diriku yang lain yang kumaksud adalah suara lain yang ada dalam kepalaku. Atau, ah, sudahlah. Gitu pokoknya.
Tidak ada yang salah dengan buku motivasi. Kurasa penyusunannya pun juga tidak lebih mudah dari buku biasa (novel, kumcer, dsb - aku tidak menyebut buku pengetahuan/penelitian ya!). Maksudku, bukan berarti buku motivasi memiliki kasta lebih rendah dari buku yang lain hanya karena aku tidak menyukainya. Dan setiap buku memiliki penggemar dan keistimewaannya sendiri. Mungkin aku hanya bukan bagian dari penggemar buku motivasi. Kalau dalam bahasa bisnis, aku bukan target marketnya. Semoga dengan penjelasan itu kalian paham bahwa alasanku tidak suka buku motivasi adalah alasan yang sepenuhnya subjektif dan tidak ada maksud untuk mendiskreditkan penggemar, penulis, atau buku motivasi itu sendiri.
Alasan kenapa aku tidak menyukai buku motivasi adalah sesederhana aku tidak membutuhkannya. Sejauh ini aku belum menemukan alasan untuk membeli buku itu. Jadi kenapa akhirnya aku membelinya? Karena temanku yang membuatnya. (Maafkan aku Icak dan Mba Diah XD).
Aku selalu mencoba untuk mensupport karya teman. Tidak ada alasan khusus, cuma pengen aja. Seneng aja liat temen seneng (cyaelah). Kalo aku lagi ada uang longgar ya aku beli (kalo itu mereka jual), kalo lagi bokek ya bantu ngeshare. Semacam itu deh. Suatu kebahagiaan tersendiri untukku bisa mensupport mereka.
Kemudian, tibalah saat si Icak sama Mba Diah mempost di fb pilihan cover buku baru mereka, yang selanjutnya aku tahu itu adalah buku motivasi yang berupa kumpulan quote yang kubicarakan di atas. Dyarrr. Aku membatin, "Sialan. Ada jutaan jenis buku di dunia ini kenapa kalian memilih buku itu?!"
Kegalauan pun terjadi. Apakah aku akan membelinya atau kuabaikan saja. Awalnya aku berpikir, ah ya udahlah, next karya mereka aja aku belinya. Tapi kemudian terjadi percakapan ini dalam kepalaku.
"Kamu udah berkomitmen buat ngesupport temen! Apa-apaan kamu ini malah pilih-pilih!"
"Tapi aku tidak suka buku macam itu! Aku kan sudah pernah mengatakannya!"
"Tapi ini temenmu yang mbikin! Mereka bersusah payah untuk itu, mana apresiasimu?!"
"Aargh, fuck."
Dan akhirnya aku membelinya. Meskipun butuh berbulan-bulan untuk sampai di keputusan itu. Karena kemudian aku mengerucutkan perdebatanku menjadi "Teman" atau "Ego"? Lebay betul memang. Yah, sometimes shit happens, kan? Kita tidak selamanya akan menyukai hal yang sama. Tidak selamanya akan sama-sama setuju. Tapi pun ada kalanya kita mengalahkan ego untuk suatu keadaan yang mungkin lebih baik.
Tapi aku tetap tidak suka buku motivasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
any advice?