Selasa, 05 Juni 2018

Jangan Buka Email Kantor Setelah Selesai Jam Kerja


Itu ilusi. Setidaknya untuk saya.

Awal memutuskan bekerja jadi karyawan dulu, aku berkomitmen untuk apapun yang ada di kantor tetap di kantor. Jangan mensinkronisasi email kantor ke hape. Kenapa? Karena di MoU aku dibayar untuk bekerja 8 jam sehari. I was just trying to be fair kan. Kemudian akhirnya? Jangankan mensinkronisasi email ke hape, lagi cuti liburan aja ditelepon urusan kerjaan, ku angkat. :”

Sejujurnya, pemikiranku waktu itu adalah karena aku cukup miris melihat betapa sekarang urusan pekerjaan untuk kebanyakan orang seperti sudah melanggar batas. Mereka (atau kita) bekerja seperti tidak lagi mengenal jam kerja. Setelah pulang kantor, sembari di jalan, ada email masuk, cek dulu, balas. Malem, di rumah yang seharusnya menjadi jatah keluarga, ada email, cek lagi, bales lagi. Mikir lagi. Atau mungkin malah telepon. Urgent katanya. Ngga bisa nunggu besok. Keburu keduluan kompetitor. Atau, keburu dunia kiamat. Entahlah.

Nanti pagi, bangun tidur, ada segunung email masuk untuk hari itu, cek lagi. Di jalan ke kantor udah sibuk dengan mobile gadget menangani kerjaan ini-itu. Bahkan, denger dari beberapa teman mereka ada grup WA kantor yang isinya bahas kerjaan!

Kurasa memang benar teknologi mempermudah (hampir) segalanya tapi di sisi lain, kita yang semakin menyambut uluran ‘tangannya’ ini membuat beberapa hal lain menjadi kelewat tidak tahu diri.

Sialnya (kalau ini mungkin hanya di kantorku sih), HR hanya menghitung jam kerjaku ketika aku sign in di sistem kantor yang itu hanya bisa dilakukan setelah udah nyampe kantor. Kan… rada ngeselin. :’D

Jadi sebenarnya sehat ngga sih membiarkan ini berlarut?

Tergantung. Ada di posisi mana kita berada.

Satu ruangan di lantai 2 kantorku, dimana setiap harinya aku teronggok di situ dari pagi sampe malem (lebay sih), aku termasuk salah satu tim pulang-terakhiran. Lainnya adalah 2 Project Manager, Service Delivery Manager (SDM), salah satu Developer (kalo ini sih emang dia berangkatnya siang), sama palingan beberapa Lead Dev. Dan, orang-orang ini juga yang masuk kategori “diganggu email diluar jam kerja”.

Awalnya aku sempat khawatir, apa aku terlalu berdedikasi ya? (cyailah ahaha).

Suatu sore, tinggal berdua. Aku dan si SDM. Hari itu bener-bener yang ngos-ngosan sangat. Meeting bertubi-tubi, task membumbung macam wedus gembel Gunung Merapi, dan detlen semua task minta hari itu juga. Kan kurang ajar.

Kemudian, sembari nungguin si SDM report (kami ada daily report yang harus dikirim ke atasan tiap hari), curhatlah daku.

“Kok kerja gini-gini amat ya, Mas? Lelah lho aku tu. Pengen nikah aja deh.” Yang terakhir 100% bercanda. Serius.

Si SDM ngakak ngga abis-abis. Dia, yang sudah menikah dan berhasil bikin anak 1, bilang, “Itu ngga nyelesein masalah, Neeeng!”

Terus akhirnya kita sama-sama ngakak secara menyedihkan.

Tapi kemudian, dari sore itu kita ngobrol, ternyata bukan hanya aku yang tergelitik untuk ngecek email di luar jam kerja. Mereka malah lebih parah. Kalau aku hanya harus report ke atasan (Indonesia), mereka harus report ke atasan (Indonesia), atasan (Aussie), dan para klien yang sedang mereka ternak. Dan itu sering kali mereka lakukan di rumah. Malem.

Dari situ akhirnya aku punya pemikiran baru.

Mungkin memang terdengar menyedihkan. Mungkiin memang bagi sebagian orang melakukannya akan teramat menyedihkan dan stressful tapi untuk kami yang enjoy dengan apa yang kami kerjakan (atau setidaknya saya sih) itu biasa aja.

Untuk saya sendiri, ngecek (dan kadang juga bales) email di luar jam kerja udah kayak ngecek notifikasi sosmed aja. Ya udah. Sometime you have to deal with it but most of the time you can just ignore it. Just, be wise. Toh, ngga semua email harus direspon saat itu juga. Karena sejujurnya, itu hanyalah salah satu usaha untuk menjaga kedamaian jiwa. Untuk beberapa orang yang memiliki tanggung jawab lebih, memastikan kapal tetap di jalur dan (seburuk-buruknya) mempertahankannya untuk tidak tenggelam jauh lebih menenangkan daripada berusaha mengabaikan detail kecil (semacam ngecek email) tapi kemudian ketika besoknya kembali online, kapal sudah porak poranda. Karena memperbaiki keadaan ketika segalanya sudah mawut jauh lebih stressful daripada melakukan tindakan preventif.

Hanya saja, untukku, tetap ada batas. Jangan manjakan klien/rekan kerja yang ngemail dengan merespon email saat itu juga. Kalau itu memang teramat urgent, silakan. Tapi kalau itu bisa ditunda besok, kerjakan besok. Meskipun kalau itu urgent aja (bukan urgent banget) dan masih negotiable, ya coba aja dinego buat dikerjain besok. You still have a life to live, though.

Dibilang workaholic? Biarin aja. Terdengar menyedihkan? Yaa udahlah yaa. Yang paling penting adalah gimana kitanya yang ngerasain. Kalo itu ngeselin, ganggu, dan bikin stress, ya jangan lakuin. Tapi kalo itu cost nothing, biasa aja, atau malah nyenengin (untuk beberapa side effectnya) ya udah lakuin aja. Jangan terlalu berpegang pada standar umum bahwa bekerja di luar jam kerja itu menyedihkan, tidak seharusnya begitu, dll. Kalo kita ngga masalah ngelakuinnya, ya lakuin aja. Orang bakal selalu berkomentar. Bukan berarti itu buruk. Mungkin mereka hanya ingin menunjukkan kepedulian mereka ke kita (positif thinking aja hehe). Atau mungkin mereka emang crigis sih. Yaudahlah, intinya biarin aja.

Lakuin apa yang nyenengin - asal ngga melanggar peraturan atau merugikan pihak lain. Jadi ya bodo amat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

any advice?