Berkali-kali buka blog tapi nggak ngerti mau nulis apa. Orang-orang juga nggak ada yang update jadi nggak ada yang bisa dibaca. Kalian pada kemana sih?!
Jadi hari yang cerah dan membahagiakan ini (sengaja dipanjang-panjangin) aku akan menulis sesuatu. Entah apa. Berterima kasihlah, setidaknya aku sudah berusaha!
Tapi emang nggak ada apa-apa deh kayaknya beberapa waktu terakhir. Aku masih pengangguran. Dan aku pengangguran yang sedang mendalami peran. Aku berusaha selayaknya pengangguran yang seharusnya. Bangun tidur, makan, mainan kucing, yutupan, nonton film, internetan sampai mati bosan, tidur siang, bangun makan lagi, mainan kucing lagi, gitu terus. Dan ini benar-benar terjadi! Hahaha.
Bosku dulu pernah bilang waktu kami sama-sama suntuk gara-gara masalah kantor yang ruwet, dia bilang gini, "Nggak papa, Fah. Sepusing-pusingnya orang kerja masih pusing pengangguran."
Dan sepertinya cukup relevan saat ini. Pusing benar saya. Pusing gimana caranya aku bisa tetap seperti ini tapi ada orang yang mau menggajiku. Maksudku, yah, aku masih butuh main, nonton, nongkrong, piknik, dan segala hal foya-foya yang dilakukan anak muda kan? Tapi seriusan aku terlalu betah nganggur. Kenapa? Kurasa bukan karena akhirnya aku bisa doing nothing all day long tapi lebih ke aku tiba-tiba saja, entah bagaimana, males parah jadi desainer. Padahal aku lulusan dekave!
Nah, itu dia sialnya.
Begini. Kalau kau ingin bekerja dengan waktu sesukamu, outfit sesukamu, posisi sesukamu maka (kata orang) mending kamu bikin usahamu sendiri. Entrepreneur, creativepreneur, start up. Apapun istilahnya intinya sama. Kamu bikin kerjaanmu sendiri. Aku ogah. Aku males mikir. Mungkin memang dari luar pengusaha terlihat enak bisa punya jam kerja sesukanya tapi yang sebenarnya (dan seharusnya) terjadi adalah dia mikir hampir 24 jam untuk mempertahankan bisnisnya.
Lagipula, aku pernah bilang kayaknya aku muak dengan urusan start up ini. Orang-orang sangat menyebalkan dalam hal ini. Entah bagaimana. Kecuali kalau aku cuma diminta buat membuat rancangan brand-nya aja, tidak terikat, pekerja lepas. Atau, istilahnya freelance. Itu masih asik. Pokoknya yang urusannya sama brand rasanya asik aja gitu. Tapi kalau aku harus jadi partner dalam start up itu, ya nanti deh ya.
Terdengar tidak bertanggung jawab ya? Seakan aku nggak mau ikutan rugi. Tapi itu jujur kok. Menurutku dalam bisnis, apalagi start up, pasti akan ada fase mengalami penurunan. Dalam teori branding hal ini terkait dengan yang istilahnya product life cycle. Bahwa semua produk memiliki masa hidupnya masing-masing. Pada masanya produk akan mencapai penjualan tertinggi, tapi juga akan mengalami penurunan. Tinggal bagaimana aja usaha si owner untuk menjaga mereknya tetap stabil. Bagian ini yang biasanya dilupakan orang-orang kebanyakan.
Yang kuperhatikan, orang-orang biasanya terlalu menikmati euforia memiliki bisnis. Rasanya sudah berasa setara Bill Gates atau Mark Zuckerberg (bener nggak ini nulisnya ya?) kalau udah punya bisnis sendiri. Hingga yang terjadi lupa kalau ke depan butuh effort yang luar biasa untuk mempertahankan brand. Yang sering terjadi saat mereka diingatkan hal ini adalah jawabannya, "Bisalah itu pasti. Nanti dipikir sambil jalan." Lah? Lha kamu mau jalan kemana kalau belum ada tujuan?
Nah, orang-orang yang nggak bisa dibilangin gini yang menyebalkan. Jika pun suatu saat nanti aku akhirnya kecebur ke dunia entrepreneur maka sepertinya aku tidak akan partneran (apalagi sama temen). Perlu dicatat, kita harus memilih teman atau bisnis. Kalau teman, maka lebih baik tidak usah ala-ala partneran bisnis kecuali pertemananmu tidak baper. Aku tidak bilang tidak akan berhasil, toh di dunia ini ada Larry Page dan Sergey Brin (tapi kayaknya mereka bukan dari temenan terus bisnis, 'kayaknya' mereka ketemu, mbikin bisnis, dari situ terus jadi teman. Kayaknya lho). Bukan itu. Ada banyak urusan tidak perlu saat kalian memutuskan untuk berbisnis bersama. Kalau kau tidak ingin pertemanan kalian kandas ya lebih baik dipikirkan lagi sih. Kalau bisnis maka sebaiknya pilih partner secara profesional.
Ini kok lama-lama jadi kayak catatan motivator? XD. Skip deh, ya.
Kalau gitu kenapa nggak jadi freelance aja? Mungkin nanti saat aku sudah jadi ibu rumah tangga aku frilens deh. Frilens ini kasusnya juga mirip sama entrepreneur. Dari luar kelihatan membahagiakan sekali tapi sebenarnya ada effort tinggi untuk memenuhi keinginan klien (dan membuat mereka mau membayar tagihan tepat waktu) XD. Dan kalau hidupmu mau full dari frilens maka sebaiknya kau punya kemampuan spesifik dan baik di sana. Terutama saat kau ingin klienmu kembali memakai jasamu. Itu penting karena kau butuh (uang) mereka. Semakin mereka percaya padamu, semakin mereka puas pada hasil kerjamu, maka semakin menyenangkan kau melihat angka di rekeningmu. Hehe.
Dan padaku, masalahnya adalah, seperti yang kubilang tadi, aku tiba-tiba males jadi desainer. Padahal aku tidak punya kemampuan apa-apa. Ilustrasi bego, desain pas-pasan, nulis parah. Apalagi? Gitu deh pokoknya.
Nah, kalau urusan tiba-tiba males jadi desainer ini aku juga nggak tahu kenapa. Mungkin ada sisi dalam diriku yang tidak siap jika harus kembali menjalani hari-hari seperti saat magang dulu. Masuk ke 9-5 system. Dan menjadi full teknisi desain.
Saat magang dulu, jobdesc graphic designer ya ndesain aja. Maksudku, untuk urusan konten, konsep, dan segala macemnya udah ada orangnya sendiri yang ngurus. Itu membosankan kalau untukku. Aku sepertinya tidak cakap dalam hal itu. Aku lebih suka mbikin konten, konsep, dan sebagainya itu yang mungkin kalau menurut anak-anak desain membosankan ya? Tapi aku suka. Aku suka urusan psikologi konsumen, strategi marketing, dan hal-hal semacam itu. Asik aja gitu entah gimana.
Kehilangan selera menjadi desainer membuatku terpikir, apa mungkin ya kita bisa tiba-tiba kehilangan minat di sesuatu yang sebelumnya menjadi passion kita sendiri?
Jadi gimana dong? Enaknya ngapain kalau gini?
*Lama-lama aku masang iklan di biro jodoh deh kalau saking malesnya nyari kerja gini. Hahaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
any advice?