Akhir-akhir ini aku jerawatan. Kenapa ya? Apa udara Solo
seburuk itu? Inilah salah satu alasan aku kangen Surabaya. Di sana aku bebas
jerawat! Hahaha (Ya, iyalah. Hampir nggak pernah keluar). Tapi aku nggak akan
cerita soal itu. Skip.
Pagi tadi baru balik dari Jakarta sekitar jam setengah 3an. Ikut
Semnas kemarin Jumat di Kemang. Perjalanan yang agak nekat sebenernya.
Berangkat Kamis sore, nyampe Jakarta jam 2an pagi dan cabut sorenya jam 3 di
hari yang sama. Nekatnya adalah pada bagian: pake kereta ekonomi. Kebayang
nggak sih capeknya kayak apa? Hahahaha. Mungkin dalam keadaan tubuh fit nggak
terlalu capek sih. Mungkin. Tapi sialnya beberapa hari terakhir lagi kurang
tidur (halah, klise banget). Ada aja yang bikin tidur pagi.
Dari kesemuanya, yang aku nggak suka adalah bagian run down-nya hahaha. Adalah suatu
kekampretan yang tidak perlu saat aku tidak merencanakan perjalananku sendiri
dengan matang. Hehe. Tunggu, aku mau memperjelas situasinya. Aku tidak
bermaksud menyalahkan siapapun lho ya. Maaf yang setulusnya kalau ada kesan
demikian. Aku sedang mengevaluasi diriku
sendiri atas bodohnya run down ini.
^^
Aku tuh orangnya gampang banget terdistraksi, dan itu
menyebalkan. Sesaat setelah mengkalkulasi finansial —kira-kira aku bisa berangkat nggak
ya? —
dan ternyata bisa. Aku menakar keadaan tubuhku plus jadwal; kapan aku berangkat,
naik apa, di sana bagaimana, dan lain sebagainya. Dan keputusanku adalah
begini. Aku berangkat pake ekonomi (yang murah haha), selesai acara balik pake
pesawat (mumpung ada promo hahaha). Atau, berangkat pake ekonomi, nginep
semalem, balik pake ekonomi lagi. Atau, berangkat pake ekonomi, check in buat
transit (karena nyampenya pagi), balik pake bisnis. Kenapa aku merencanakan
begitu? Aku berangkat dengan tubuh dalam keadaan capek (karena bahkan Kamis
siang masih ngurusin urusan kantor) jadi harus lebih bijaksana kalo nggak mau
tepar. Berangkat dengan konsekuensi ada biaya lebih (untuk istirahat) atau
nggak usah berangkat aja sekalian.
Setelah beberapa pertimbangan (aku ceritain ntar), akhirnya
aku berangkat. Tapi run down-nya berubah.
XD . Fixnya jadi begini: berangkat ekonomi – check in buat transit bentar – pulang (di hari yang sama) pake
ekonomi – turun Semarang – lanjut bus dari semarang ke Solo. Bagaimana rasanya?
WOW. Setelah mandi dan segala macem aku langsung tepar sampe jam setengah 10
pagi.
Masalahku pada kereta ekonomi bukan di waktu. Kita sepakat
untuk urusan waktu sekarang bedanya tipis antara bisnis dan eko (mari kita
buang kelas eksekutif hahaha). Jadi bukan karena itu. Toh jadwalku di hari
Sabtu masih bisa dimanipulasi (huehehe). Hanya saja pada tempat duduknya. Kalian
paham kan, kereta ekonomi antara satu kursi dan depannya jaraknya mepet banget.
Itu nggak enak banget sumpah. Capek men kalo harus perjalanan jauh, wiken lagi
(rame, kan). Kalo depan kalian temen sendiri sih nggak masalah. Nah, kalo orang
asing nih yang nggak asik. Nggak bisa selonjoran sembarangan. XD
Kenapa bisa tiba-tiba berubah run down? Jadi setelah daftar di semnas yang hari Jumat,
temen-temen yang ikut acara di hari yang sama pada ngumpul buat bahas gimana
ntar berangkatnya. Dari ngumpul itulah, dengan bodohnya run down-ku menguap hanya karena Jarwok dengan mantap bilang akan
menampung kami di rumahnya buat transit. Aku main bahagia aja tanpa berpikir
bahwa kalo ntar akhirnya yang berangkat banyak kan jadi kasian Jarwoknya kalo
harus menampung masyarakat begini. Dan ternyata benar. Yang ikutan acara Jumat
jadi total sekitar 15an orang. Itu jelas nggak mungkin transit di tempat Jarwok
semua.. Aku udah bilang aku mudah terdistraksi. :’)
Jadi, ya gitu deh. Dari perjalanan kemarin yang aku sesalkan
cuma di run down. Karena udah
terlanjur beli tiket yang Kamis sore jadi mau nggak mau run down terbaiknya ya gitu (yang aku bilang tadi). Alhasil,
baliknya jadi capek parah hahaha. Untung Pakde Klien nggak jadi minta meeting malem
ini, meskipun tadi ke kantor juga sih bentar.
Kenapa aku bilang yang aku sesalkan cuma di run down. Mayoritas yang berangkat
kemarin menyesalkan di sertifikat. Aku paham.
Begini, aku jelaskan dulu. Untuk ujian TA semester ini, kami
diharuskan mempunyai minimal 2 lembar sertifikat seminar nasional dengan tema
sejalan dengan prodi (yaitu DKV). Informasi ini turun terlalu mepet. Setauku,
untuk teman-teman normal tahunya ini dari audiensi pertama proposal TA, yaitu
akhir Februari. Sedangkan ujian TA Juni. Ini hampir mustahil sebenarnya. FYI,
acara bertema DKV itu tidak mudah ditemukan. Apalagi di Solo. Susah. Jadi spare waktu Februari-Juni bukanlah waktu
yang lama. Itulah kenapa kemudian kami mati-matian, berdarah-darah mencari
sertifikat ini. Haha, lebay. Ya intinya, usahanya kan jadi lebih dibanding kalau
dikasih taunya dulu-dulu. Dan sewajarnya sih demikian. Maksudku, dengan
prasyarat yang seperti itu harusnya dikasih taunya udah dari semester-semester
cupu dulu banget. Jadi nyarinya juga enak. Kalo begini jadinya gerilya.
Sebentar. Sebenarnya kemendadakan ini bukan sepenuhnya salah
dosen (yang nggak ngasih tau). Bukannya nggak ngasih tahu tapi peraturan untuk
urusan syarat ini memang baru turun ya kemarin itu. Dan Februari adalah waktu
tercepat bisa dilakukan audiensinya karena beberapa temen ada yang KKN, ada
yang masih magang, dll. Jadi ya udah deh. Gitu.
Balik lagi ke sertifikat. Kenapa aku paham penyesalan
mereka? Pertama, karena pembicara pertama (yang bertema advertising dan yang
paling ditunggu) mendadak nggak bisa dateng dan materi penggantinya ternyata
nggak bisa menutup ekspektasi kami. Kedua, materi kedua (yang seharusnya bahas
portfolio) ternyata 100% nggak sesuai harapan. Pembicaranya malah ngomongin
fotografi, lighting, dll. Sorry to say, aku
sama sekali nggak tertarik. Aku cabut ke kamar sebelum acara kelar hahaha.
Dan yang ketiga, adalah investasi. Investasi untuk dateng ke
acara ini bukan main-main (untuk ukuran mahasiswa). Dengan run down yang aku bilang tadi, silakan hitung sendiri. Skip bagian
transit (karena yang transit cuma aku, icak, ester). Dengan keadaan demikian,
sertifikat yang awalnya dikira akan dapet dua ternyata cuma dapet 1. Hehe.
Soal sertifikat ini, ternyata ada mis antara kami dan
penginformasi. Pak Bima (penginformasi) mengatakan kami akan dapat 1 sertifikat
setiap acara. Kami menerimanya sebagai: 1 sertifikat setiap pembicara (yang
kami hitung sebagai 1 acara). Ternyata, satu acara yang dimaksud panitia adalah
satu hari. Sepahamku sih begitu. Dari ngobrol sama Pak Bima (yang siempunya
acara), beliau bilang mereka ngadain 3 acara dalam 3 hari itu. Dari kalimat ini
jelas bahwa yang dimaksud 1 acara oleh panitia adalah satu hari. XD
Lalu, kenapa aku bilang aku tidak menyesalkan hal itu?
Pertama, mungkin acaranya emang nggak sesuai harapan tapi
aku jadi bisa tukeran kontak sama Bu Liesna dan Pak Bima. Plus, Pak Bima bilang
akan main ke Solo next May. Semoga bisa ngobrol banyak entar. Haha. Dan ini
adalah alasan aku berangkat (menjawab pertanyaan di atas tadi). Aku sadar
sesadar-sadarnya channelku di dunia kreatif ini masih cupu. Ada rencana-rencana
ke depan dan aku butuh mereka. Aku butuh belajar banyak dari mereka. Ini
penting buat aku sebelum ntar akhirnya aku terjun dan jadi praktisi. Jadi, bisa
kenal mereka aja “harga” yang aku keluarkan untuk perjalanan ini adalah pantas
menurutku.
Kedua, soal investasi. Aku pake uangku sendiri. Buat kalian
yang udah ngerasain struggle-nya
nyari uang sendiri pasti bisa tau maksudku. Bahwa saat aku menghabiskan uang
dari hasil kerjaku sendiri itu hampir tidak ada rasa bersalah. Toh itu hasilku
sendiri. Kalo abis, ntar deh pikir cari cara buat balikin. Beda cerita kalau
itu adalah uang orang lain (atau uang orang tua). Ada rasa bersalah di sana
kalau terlalu boros. Serius, aku paham masalah ini. Aku pernah ada di posisi
itu soalnya. Dan itu bukan kejahatan kok. :’)
Lalu kemudian soal sertifikat. Ini bukan pertama kali aku
ikut acara begini dan aku tahu kampus akan ada acara yang bersertifikat di
bulan deket-deket ini, jadi memang dari awal mindset-ku nggak di sertifikat. Aku udah bilang tadi, kalo duitku
cukup aku berangkat, kalo enggak aku enggak. Seandainya aku emang ngejar
sertifikat, cukup nggak cukup aku akan berangkat. Toh, untuk situasiku minta
duit ke ortu masih pantes kok. Dan mereka pasti ngasih. Tapi enggak. Aku udah
komit, aku baru akan minta ke ortu saat keuanganku dibawah 4 digit dan nggak
ada prospek pemasukan selama seminggu ke depannya.
Nyesel sih emang karena pembicara pertama (yang aku tunggu)
malah nggak dateng. Tapi it’s okelah. Suatu saat nanti semoga bisa ngobrol
langsung deh dengan beliaunya. Hehe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
any advice?