Sabtu, 19 Maret 2016

Selembar Sertifikat

Akhir-akhir ini aku jerawatan. Kenapa ya? Apa udara Solo seburuk itu? Inilah salah satu alasan aku kangen Surabaya. Di sana aku bebas jerawat! Hahaha (Ya, iyalah. Hampir nggak pernah keluar). Tapi aku nggak akan cerita soal itu. Skip.

Pagi tadi baru balik dari Jakarta sekitar jam setengah 3an. Ikut Semnas kemarin Jumat di Kemang. Perjalanan yang agak nekat sebenernya. Berangkat Kamis sore, nyampe Jakarta jam 2an pagi dan cabut sorenya jam 3 di hari yang sama. Nekatnya adalah pada bagian: pake kereta ekonomi. Kebayang nggak sih capeknya kayak apa? Hahahaha. Mungkin dalam keadaan tubuh fit nggak terlalu capek sih. Mungkin. Tapi sialnya beberapa hari terakhir lagi kurang tidur (halah, klise banget). Ada aja yang bikin tidur pagi.

Dari kesemuanya, yang aku nggak suka adalah bagian run down-nya hahaha. Adalah suatu kekampretan yang tidak perlu saat aku tidak merencanakan perjalananku sendiri dengan matang. Hehe. Tunggu, aku mau memperjelas situasinya. Aku tidak bermaksud menyalahkan siapapun lho ya. Maaf yang setulusnya kalau ada kesan demikian. Aku sedang mengevaluasi  diriku sendiri atas bodohnya run down ini. ^^

Aku tuh orangnya gampang banget terdistraksi, dan itu menyebalkan. Sesaat setelah mengkalkulasi finansial —kira-kira aku bisa berangkat nggak ya? — dan ternyata bisa. Aku menakar keadaan tubuhku plus jadwal; kapan aku berangkat, naik apa, di sana bagaimana, dan lain sebagainya. Dan keputusanku adalah begini. Aku berangkat pake ekonomi (yang murah haha), selesai acara balik pake pesawat (mumpung ada promo hahaha). Atau, berangkat pake ekonomi, nginep semalem, balik pake ekonomi lagi. Atau, berangkat pake ekonomi, check in buat transit (karena nyampenya pagi), balik pake bisnis. Kenapa aku merencanakan begitu? Aku berangkat dengan tubuh dalam keadaan capek (karena bahkan Kamis siang masih ngurusin urusan kantor) jadi harus lebih bijaksana kalo nggak mau tepar. Berangkat dengan konsekuensi ada biaya lebih (untuk istirahat) atau nggak usah berangkat aja sekalian.

Setelah beberapa pertimbangan (aku ceritain ntar), akhirnya aku berangkat. Tapi run down-nya berubah. XD . Fixnya jadi begini: berangkat ekonomi – check in buat transit bentar – pulang (di hari yang sama) pake ekonomi – turun Semarang – lanjut bus dari semarang ke Solo. Bagaimana rasanya? WOW. Setelah mandi dan segala macem aku langsung tepar sampe jam setengah 10 pagi.
Masalahku pada kereta ekonomi bukan di waktu. Kita sepakat untuk urusan waktu sekarang bedanya tipis antara bisnis dan eko (mari kita buang kelas eksekutif hahaha). Jadi bukan karena itu. Toh jadwalku di hari Sabtu masih bisa dimanipulasi (huehehe). Hanya saja pada tempat duduknya. Kalian paham kan, kereta ekonomi antara satu kursi dan depannya jaraknya mepet banget. Itu nggak enak banget sumpah. Capek men kalo harus perjalanan jauh, wiken lagi (rame, kan). Kalo depan kalian temen sendiri sih nggak masalah. Nah, kalo orang asing nih yang nggak asik. Nggak bisa selonjoran sembarangan. XD

Kenapa bisa tiba-tiba berubah run down? Jadi setelah daftar di semnas yang hari Jumat, temen-temen yang ikut acara di hari yang sama pada ngumpul buat bahas gimana ntar berangkatnya. Dari ngumpul itulah, dengan bodohnya run down-ku menguap hanya karena Jarwok dengan mantap bilang akan menampung kami di rumahnya buat transit. Aku main bahagia aja tanpa berpikir bahwa kalo ntar akhirnya yang berangkat banyak kan jadi kasian Jarwoknya kalo harus menampung masyarakat begini. Dan ternyata benar. Yang ikutan acara Jumat jadi total sekitar 15an orang. Itu jelas nggak mungkin transit di tempat Jarwok semua.. Aku udah bilang aku mudah terdistraksi. :’)

Jadi, ya gitu deh. Dari perjalanan kemarin yang aku sesalkan cuma di run down. Karena udah terlanjur beli tiket yang Kamis sore jadi mau nggak mau run down terbaiknya ya gitu (yang aku bilang tadi). Alhasil, baliknya jadi capek parah hahaha. Untung Pakde Klien nggak jadi minta meeting malem ini, meskipun tadi ke kantor juga sih bentar.

Kenapa aku bilang yang aku sesalkan cuma di run down. Mayoritas yang berangkat kemarin menyesalkan di sertifikat. Aku paham.

Begini, aku jelaskan dulu. Untuk ujian TA semester ini, kami diharuskan mempunyai minimal 2 lembar sertifikat seminar nasional dengan tema sejalan dengan prodi (yaitu DKV). Informasi ini turun terlalu mepet. Setauku, untuk teman-teman normal tahunya ini dari audiensi pertama proposal TA, yaitu akhir Februari. Sedangkan ujian TA Juni. Ini hampir mustahil sebenarnya. FYI, acara bertema DKV itu tidak mudah ditemukan. Apalagi di Solo. Susah. Jadi spare waktu Februari-Juni bukanlah waktu yang lama. Itulah kenapa kemudian kami mati-matian, berdarah-darah mencari sertifikat ini. Haha, lebay. Ya intinya, usahanya kan jadi lebih dibanding kalau dikasih taunya dulu-dulu. Dan sewajarnya sih demikian. Maksudku, dengan prasyarat yang seperti itu harusnya dikasih taunya udah dari semester-semester cupu dulu banget. Jadi nyarinya juga enak. Kalo begini jadinya gerilya.

Sebentar. Sebenarnya kemendadakan ini bukan sepenuhnya salah dosen (yang nggak ngasih tau). Bukannya nggak ngasih tahu tapi peraturan untuk urusan syarat ini memang baru turun ya kemarin itu. Dan Februari adalah waktu tercepat bisa dilakukan audiensinya karena beberapa temen ada yang KKN, ada yang masih magang, dll. Jadi ya udah deh. Gitu.

Balik lagi ke sertifikat. Kenapa aku paham penyesalan mereka? Pertama, karena pembicara pertama (yang bertema advertising dan yang paling ditunggu) mendadak nggak bisa dateng dan materi penggantinya ternyata nggak bisa menutup ekspektasi kami. Kedua, materi kedua (yang seharusnya bahas portfolio) ternyata 100% nggak sesuai harapan. Pembicaranya malah ngomongin fotografi, lighting, dll. Sorry to say, aku sama sekali nggak tertarik. Aku cabut ke kamar sebelum acara kelar hahaha.

Dan yang ketiga, adalah investasi. Investasi untuk dateng ke acara ini bukan main-main (untuk ukuran mahasiswa). Dengan run down yang aku bilang tadi, silakan hitung sendiri. Skip bagian transit (karena yang transit cuma aku, icak, ester). Dengan keadaan demikian, sertifikat yang awalnya dikira akan dapet dua ternyata cuma dapet 1. Hehe.

Soal sertifikat ini, ternyata ada mis antara kami dan penginformasi. Pak Bima (penginformasi) mengatakan kami akan dapat 1 sertifikat setiap acara. Kami menerimanya sebagai: 1 sertifikat setiap pembicara (yang kami hitung sebagai 1 acara). Ternyata, satu acara yang dimaksud panitia adalah satu hari. Sepahamku sih begitu. Dari ngobrol sama Pak Bima (yang siempunya acara), beliau bilang mereka ngadain 3 acara dalam 3 hari itu. Dari kalimat ini jelas bahwa yang dimaksud 1 acara oleh panitia adalah satu hari. XD

Lalu, kenapa aku bilang aku tidak menyesalkan hal itu?

Pertama, mungkin acaranya emang nggak sesuai harapan tapi aku jadi bisa tukeran kontak sama Bu Liesna dan Pak Bima. Plus, Pak Bima bilang akan main ke Solo next May. Semoga bisa ngobrol banyak entar. Haha. Dan ini adalah alasan aku berangkat (menjawab pertanyaan di atas tadi). Aku sadar sesadar-sadarnya channelku di dunia kreatif ini masih cupu. Ada rencana-rencana ke depan dan aku butuh mereka. Aku butuh belajar banyak dari mereka. Ini penting buat aku sebelum ntar akhirnya aku terjun dan jadi praktisi. Jadi, bisa kenal mereka aja “harga” yang aku keluarkan untuk perjalanan ini adalah pantas menurutku.

Kedua, soal investasi. Aku pake uangku sendiri. Buat kalian yang udah ngerasain struggle-nya nyari uang sendiri pasti bisa tau maksudku. Bahwa saat aku menghabiskan uang dari hasil kerjaku sendiri itu hampir tidak ada rasa bersalah. Toh itu hasilku sendiri. Kalo abis, ntar deh pikir cari cara buat balikin. Beda cerita kalau itu adalah uang orang lain (atau uang orang tua). Ada rasa bersalah di sana kalau terlalu boros. Serius, aku paham masalah ini. Aku pernah ada di posisi itu soalnya. Dan itu bukan kejahatan kok. :’)

Lalu kemudian soal sertifikat. Ini bukan pertama kali aku ikut acara begini dan aku tahu kampus akan ada acara yang bersertifikat di bulan deket-deket ini, jadi memang dari awal mindset-ku nggak di sertifikat. Aku udah bilang tadi, kalo duitku cukup aku berangkat, kalo enggak aku enggak. Seandainya aku emang ngejar sertifikat, cukup nggak cukup aku akan berangkat. Toh, untuk situasiku minta duit ke ortu masih pantes kok. Dan mereka pasti ngasih. Tapi enggak. Aku udah komit, aku baru akan minta ke ortu saat keuanganku dibawah 4 digit dan nggak ada prospek pemasukan selama seminggu ke depannya.


Nyesel sih emang karena pembicara pertama (yang aku tunggu) malah nggak dateng. Tapi it’s okelah. Suatu saat nanti semoga bisa ngobrol langsung deh dengan beliaunya. Hehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

any advice?