Kamis, 24 September 2015

H-24 Surabaya





Gerah. Pake banget!
Dulu pas mau berangkat magang, Mastil pernah bilang kalo di sini tuh mataharinya ada delapan. Waktu itu kirain yang dimaksud Matahari Dept Store. Ternyata dia bicara dalam konteks yang lebih filosofis. -_- kayaknya di sini peranakannya neraka deh. Atau, mock upnya neraka ya mungkin? Hahaha.

Aku mau nulis apa ya? Oh iya.

Ini hari ke 24 aku magang. Sebenernya, teknisnya sih ini lagi libur tapi.. halah, pokoknya gitu aja biar gampang. Dan, terhitung hari ke 28 aku di Surabaya. Jyaelah, aku itungan banget yak? Yang begini ini biasanya terjadi kalo aku homesick, aku bosan, atau tidak betah, atau… semacam itu. Lalu, apakah aku sedang dalam kondisi semua itu? Tunggu, jangan berspekulasi dulu. Biarkan aku bahas satu per satu.

Ehem.

Apa aku homesick?
Ya. Sempet homesick emang beberapa waktu lalu. Di postingan sebelum ini deh kayaknya aku cerita. sama beberapa hari setelah postingan itu. Jadi ceritanya waktu itu pulang kantor pas nyampe kosan nggak tau kenapa hapeku ngeblank. Bener-bener ngeblank nggak ada sinyal apapun. Aku restart sejuta kali sama aja. Otomatis aku frustasi dong. Aku yang biasanya nampe kosan langsung online sambil klengsotan (ya, ini ritual rutin setelah balik kantor sebelum mandi—atau tidak mandi sama sekali hahaha.), ini dipaksa melongo nggak tau musti ngapain. Saat itu aku belum membeli beberapa buku buat cadangan kalo bosen, dan bodohnya aku juga nggak bawa dari rumah. Frustasi. Di kosan rata-rata penghuninya udah pada kerja dan aku nggak pernah benar-benar bertemu mereka. Jadi aku nggak punya temen ngobrol buat mengalihkan perhatian. Frustasi. Di sini panas gila, dan kerjaan di kantor banyak, bos lagi senewen. Kenapa ini dibawa-bawa? Entah deh. Pokoknya malam itu puncak frustasi deh. Ujung-ujungnya homesick deh. Yah, apalagi gunanya rumah selain untuk “pulang” kan? Pulang dari segala lelah. Pulang dari kelana rindu. Pulang dari segala bosan. Pulang dari segalanya. Karena hanya “rumah” yang mampu memenuhi segala rupa, kan? Rumah selalu menjadi tempat lapang dan hangat saat dunia tidak terlalu ramah. Rumah selalu bisa merengkuh saat hati penuh dengan peluh. Dan pulang adalah caranya. Pulang untuk menikmati setiap detik yang bermakna (meskipun setiap detiknya cuma nongkrong di depan tv sampai ketiduran tapi percayalah, hal-hal begitu bisa sangat ngangenin kalo lagi homesick). Dan, yang terpenting… bisa ketemu Ciky. Memperbudak makhluk bulat berbulu itu untuk memuaskan hasrat ngunyel-unyel. Meskipun kenyataannya justru sebaliknya. -_- aku yang diperbudak disuruh mbikinin makan, bikinin susu tiap pagi, dimarahin kalo ngeganggu tidur dia yang lelap, disuruh bersihin bulunya. Dasar, makhluk durhaka!

Next,

Apa aku bosan?
Tidak. Astaga, aku bahkan lupa untuk merasakan yang satu itu. Kurasa, kalian tidak akan sempat terlintas ingin bosan saat setiap harinya (kecuali minggu dan sabtu karena sabtu hanya sampe jam set2) harus kerja dari melek sampe maghrib dan dilanjutkan tidur, bukan begitu? Tidak, aku tidak bosan. Aku bahkan tidak bosan saat mengetahui kenyataan aku tidak bisa bebas kemana-mana karena nggak punya motor dan di sini nggak ada kendaraan umum, plus ponselku tidak bisa menginstal aplikasi gojek. Sedih kan? Jadi, tidak, aku tidak bosan. Mungkin memang tidak bisa dikatakan seasik ekspektasiku dulu. Tapi juga tidak bisa disebut bosan. Entah.

Lalu, apa aku tidak betah?
Dalam hal apa dulu nih. Kos? Jelas aku betah. Yah, mungkin emag nggak seadem dan seluas kosan yang di Solo sih. Dan lagi juga nggak punya kamar mandi sendiri. Tapi overall, asik-asik aja kok. Ibu kosnya baik sering ngasih makanan, dan sebagainya, dan sebagainya. Pokoknya urusan kos asik deh. Lalu, kerjaan? Oke, aku ngaku. Minggu pertama aku magang emang cukup bikin frustasi. Ada sejuta hal yang nggak sesuai ekspektasi. Oke, kerjaan yang kukerjakan sih sesuai ekspektasi. Gimanapun aku emang suka all about branding. Dan lagi, asik juga saat aku bisa belajar macem-macem, dari nyusun strategi brand, konsep visual sampe bikin visualnya sekalian, juga belajar gimana semua komponen sebuah brand consultant bekerja. Kliennya juga oke-oke. Jadi apa dong yang bikin frustasi? Hal-hal kecil diluar itu.
Aku tahu, tidak seharusnya semua hal berjalan sesuai ekspektasi. Kadang bisa kurang, sangat kurang, atau lebih. Memangnya apa ekspektasiku? Erm… entah juga ya. Sebenernya, ini lebih ke hal-hal sepele dan cenderung tidak penting sih. Kayak misal tentang kantornya yang cuma rumah biasa. Bener-bener (dari luar) rumah biasa, meskipun dalemnya tetap disetting sebagaimana kantor. Tim yang super kecil. Ah, ini juga sepele. Bukan masalah berarti bukan kalau suatu tim cuma tim kecil? Hanya saja, ada satu sisi dalam diriku ingin mengenal banyak orang. Bertemu banyak orang.
Sebenernya, serius, sama sekali tidak ada yang perlu dipermasalahkan dengan tim kecil. Aku pernah hanya bertiga, aku, ichak, sama mastil. Dan all is very well. Tapi aku mulai melihat perbedaannya saat aku menyandingkan mereka (timku dengan mastil v.s. tempat magang, maksudku). Meskipun kami cuma bertiga, yang kerjanya juga cuma di teras rumah Mastil yang disetting jadi studio dadakan (dan nyaman hahaha) tapi kami asik banget kerjanya. Nggak ada gap antara aku-ichak sama Mastil. Padahal, Mastil tentu punya sejuta alasan untuk menempatkan dirinya di posisi bos dan sekalian aja bossy. Tapi nggak. Kami benar-benar menikmati semuanya. Selain itu, Mastil juga sering (banget) ngajakin pergi. Kalo liat kami bosen dikit dia langsung ngajakin cabut. Sering makan di luar. Dan ketemu banyak orang juga. Jadi kami kerja tapi nggak melulu di belakang meja.

Dan yang terjadi di sini adalah sebaliknya. Bosku orangnya kaku dan super perfeksionis. Pembawaan dia yang begitu tentu nular juga ke kantor yang jadi suram. Jadi, pagi aku masuk jam set9 terus udah. Kerjaaa sampe jam 18.00. Dengan interior kantor yang juga kaku. Beda jauh bagai neraka-surga deh kalo sama kreatifnya Plaground dulu dimana aku bisa ngapain aja. Tapi ya mungkin setiap tempat kerja kan pnya budayanya masing-masing ya?

Jadi, setelah semuanya, apa aku kecewa?

 *cough*

Tidak sepeneuhnya iya. Bagaimanapun esensi (ilmu) yang kuharapkan akan kudapatkan aku mendapatkannya kok di sini. Aku juga dilibatkan dalam proyek-proyek yang jalan di sini juga. Sudah kubilang, untuk urusan itu semua baik-baik saja. Serius deh. Tapi? Nggak ada tapi. Aku nggak kecewa magang di sini. Sungguh. Ritme kerja di sini cukup disiplin, sesuai ekpektasi. Kliennya serius, sesuai ekspektasi. Apa yang kuharapkan kudapatkan, bisa kudapatkan. Jadi tidak ada masalah.

Kalau begitu, bagian mananya yang bikin kecewa?
Karena aku belum terlalu berusaha. Saat aku memasukkan apply ke sini ya karena emang baru di sini dan langsung diterima. Tahu kan maksudku, kayak… ayolah, aku belum merasakan ngelamar sana-sini dan sebagainya. Kan otomatis jadi terlintas pikiran, “Jangan-jangan sebenernya aku bisa di tempat yang di atas ini?” Ah, dasar manusia, nggak pernah puas. Tapi pikiran begitu, harus kuakui, ada. Karena aku tahu aku belum maksimal. Aku sepenuhnya tahu itu. Aku tipe orang yang akan uring-uringan saat aku belum melakukan sesuatu dengan maksimal tapi aku dengan bodohnya melepaskan “sesuatu” itu. Ya seperti kasus magang ini. Aku belum berusaha maksimal tapi aku main ambil aja yang di sini. Apa aku terlalu terburu-buru? Bisa jadi.
Dulu sempat berpikir, jangan-jangan ini perusahaan ecek-ecek yang asal nerima orang? Tapi setelah aku dateng ternyata nggak juga. Untuk magang di sini ternyata aku juga mengalahkan pelamar-pelamar lain. Entah mengalahkan atau hanya beruntung. Tapi setidaknya itu sedikit menghibur deh. Kita lihat aja nanti bakal gimana ke depan. Masih ada dua bulan. Segalanya bisa terjadi kan?

Atau, jangan-jangan aku iri dengan dengan temen-temen yang bisa magang di tempat kece, di Jakarta, di Bandung, atau manalah itu?
Iri? Tidak juga. Aku yakin kok setiap kita punya jatah jalan masing-masing, nggak ada yang perlu dibahas soal itu. Dan aku sama sekali tidak terpikirkan untuk iri dengan temen-temen. Ya, mereka di sana karena mereka berusaha, karena mereka datang dengan kompetensi mereka. Tentu sudah seharusnya demikian. Lagian kita datang dengan keputusan kita masing-masing, kan? Aku sendiri, dengan kesadaran penuh, yang memutuskan memilih tempat ini. Jadi aku tidak kecewa maupun iri, atau apapun itu.

Kalaupun ada yang harus dikecewakan adalah diriku sendiri yang terlalu terburu-buru mengambil keputusan. Tapi itu pun cuma sekilas aja. Aku sudah mengatasinya. Aku sudah punya banyak rencana setelah ini. Tinggal jalan aja. Ah, lagipula.. kayaknya kata “kecewa” terlalu berlebihan ya? Kedengeran kayak aku frustasi banget gitu, ya? Hahaha. Biar deh. Terserah kalian mau berpikir apa.

Ngomong-ngomong, Selamat Idul Adha, yah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

any advice?