Kamis, 28 Agustus 2014

Catatan Sok Tahu


Kibulan BBM dan Skenario Konspirasi

            Godaan untuk membuat catatan dalam rangka ikut meramaikan euforia kelangkaan BBM ini berawal dari sebuah perjalanan intimidatif Solo – Purworejo. Eh, serius, aku nggak bermaksud lebay karena itu benar-benar mengintimidasi! Bayangkan saat sepanjang jalan kalian melihat antrian yang luar biasa panjang di pom-pom bensin. Dan lagi masih ditambah dengan menyaksikan banyaknya orang yang harus menuntun motor mereka di pinggir jalan karena kehabisan bahan bakar. Udah kayak bencana aja gitu. PLUS, kakiku diinjek truk di lampu merah! Sumpah ya, nggak nyadar badan banget tuh benda! Pede gila nginjek-nginjek kaki gue! Sambil cengar-cengir sendiri karena harus nahan sakit, perjalanan pun berlanjut.
            Kalau bukan karena si Peggy harus dibayar pajaknya, aku lebih memilih nggak pulang. Apalagi dengan banyaknya kerjaan yang harus dikelarin di Solo dan waktunya mepet banget. Nah, berdasar inilah makanya aku nggak terlalu mempersiapkan apapun, termasuk kemungkinan kelangkaan BBM bersubsidi ini (mahasiswa = subsidi hehehe). Aku pun nggak terlalu mengikuti berita (buat nonton TV di kosan harus ribet nyambungin laptop ke tuner, males). Meskipun, ya, di twitter kalau nggak salah sempet baca twit-twit yang mengeluhkan kelangkaan bensin. Tapi lha orang lupa begimana kan.
            Akhirnya kemarin pagi berangkat juga, benar-benar tanpa persiapan. Semua masih baik-baik saja bahkan aku nggak menemui antrian super panjang di pom-pom Solo pagi itu. Entah karena terlalu pagi atau akunya yang nggak nggagas. Bensinku sendiri pas berangkat masih ada lah kalau setengah. Pikirku, ah ntar isiin di Jogja aja. Tapi ternyataaa.. JENG JEEEENG! Itu keputusan terburuk! Begitu memasuki Klaten, antrian pom wuiiih dari dalem sono ampe jalan raya dah tuh! Dan itu sepanjang Klaten! (Klaten kan super panjang kan ya?).
            Tombol panik di kepala udah menggelitik minta ditekan tuh tapi aku coba menghibur diri, mungkin itu cuma di Klaten. Ya, Jogja pasti baik-baik saja. Tapi ternyata, astaga! Alih-alih baik-baik saja, di Jogja malah pom-pomnya sepi. Yap, sepi! Bukan karena distribusi BBM lancar tapi karena ABIS! Oh, God. Dan itu masih ditambah dengan pemandangan orang-orang pada nuntun motor mereka!
            TEEET! Akhirnya tombol panik tertekan juga. Ini… bensinku nggak mungkin sampai rumah! Dan saat itu aku udah mau masuk ring road. Seingatku nggak ada pom di ring road (aku pake ring road utara). Dan BENAR! Fiuh, baiklah. Tenang.
            Aku jalan sekonstan mungkin, bener-bener irit rem dan nggak mainin gas—bukan aku banget sebenernya tapi baiklah demi mencegah pemborosan energi tak terbarukan ini! Berharap dengan gitu si bensin nggak cepet-cepet amat abisnya. Er… aku nggak tahu sih itu berhubungan apa enggak, cuma mengandalkan sisa-sisa logika IPA-ku yang dari dulu emang nggak lebih tebel dari kertas HVS 70 gram.
POM Ambarketawang, Jogja (27/08/14 09.30)
            Tapi akhirnya selamet juga—hmm, mungkin logikaku udah agak tebelan sekarang. Pas liat POM Ambarketawang nggak gitu-gitu amat antriannya, aku langsung masuk aja tanpa pikir macem-macem lagi. Berbekal pengalaman mengerikan sepanjang jalan tadi dan rasa kasihan sama pemerintah, aku masuk di antrian pertamax aja deh. Itung-itung buat manjain si Peggy juga.
            Pengalaman fenomenal itulah (termasuk yang keinjek truk juga) yang kemudian membuatku sedikit lebih cermat merhatiin berita-berita terkait BBM, yang sayangnya termasuk ribut alaynya berita-berita acara ketemuan Presiden sama Presiden Terpilih kita. Kalo kalian ada waktu, coba deh cek TL @kurawa karena ideku buat “curhat” gini juga setelah baca kultwit dia. Tapi serius, Om Kurawa ini mutu banget twit-twitnya. Bikin aku ngerasa tambah bego aja tiap kali baca. Heran gitu, dia bisa tau segala hal. Bahkan topik-topik yang bisa dibilang superclass di negeri ini. Yeah, cukup wajar sih mengingat profesinya sebagai auditor forensic. Eh, kenapa jadi ngomongin Kuraaaawa? Hadeeeh!
            Soal BBM ini (kayaknya pernah dibahas di BloombergTV) setahuku berawal dari pemborosan kuota oleh kita sendiri. Istilahnya gini (ini aku nyontek punyanya Om Kur), kalo misal kita beli paket internet 4GB yang misal harusnya buat 3 bulan tapi karena kita nggak itungan makenya, buat streaming, download ini-itu, dan blablabla lainnya (buat kalian yang sering beli kuota pasti lebih paham, aku unlimited soalnya *ehem) jatah yang harusnya 3 bulan langsung abis dalam 3 hari!
            Nah, gitu juga tuh nasib BBM bersubsidi kita. Bukannya nggak ada. Ada kok, barangnya ada cumaa kuotanya yang sekarat. Kalau nggak salah kuota BBM kita per tahun 46juta kL. Itu harus muat buat setahun. Pokoknya harus muat! Nah, ini baru bulan 8 sedangkan kuota udah sekarat. Makanya pemerintah bikin kebijakan nahan laju jebolnya kuota BBM ini (diawali dengan solar kan kemaren itu) dan BOOM! Langsung antrian mengular naga panjanganya bukan kepalang meraja lela di mana-mana.
            Tapi sebenernya karena apa sih “bencana” ini bisa terjadi? Oke, let’s see. Aku bakal ngasih dua opini di sini. Ingat ya, ini OPINI. Opini saya pribadi yang banyak terkontaminasi imajinasi-imajinasi liar. :D
            Pertama, aku mau mulai dari skenario konspirasi yang terstruktur, sistematis, dan masif (jyailaaah hahaha). Otak jahatku punya skenario gini. Kelangkaan BBM ini bisa jadi sangat politis. Kenapa aku bilang gitu? Soalnya, entahlah dengan kalian, cuma aku pikir ini terasa sangat sengaja banget gitu. Setelah putusan MK yang menegaskan status presiden terpilih langsung aja keramaian ini muncul. Tapi, please, sekali lagi ini cuma opini. Dan, tentu saja karena ini skenario konspirasi ya semuanya nggak seinstan itu. Yuk, mulai dari awal.
            Aku lebih suka memulai teori skenario ini dari pilpres 2014. Alasannya simple. Tahun 2014 sudah digadang-gadang menjadi tahun “panas”nya negeri ini bahkan sebelum 2014 itu sendiri memulai perjalanannya. Nah, dari sinilah persiapan konspirasi kibulan BBM ini direncanakan oleh suatu pihak. Mari kita sebut ini dengan “mafia” (yeaah, biar lebih kayak cerita konspirasi beneran getoh). Mafia inilah yang kemudian menyiapkan beberapa skenario termasuk skenario kibulan BBM ini. Dijalankan-tidaknya skenario ini tergantung siapa presiden terpilih. Itulah kenapa aku bilang ada “beberapa” skenario. Si Mafia wait and see karena probabilitas siapa capres yang kemudian goal jadi presiden masih cukup blur di awal tahun dulu. Kita lihat sendiri dong banyaknya wajah yang berseliweran di iklan TV yang udah pede mendeklarasikan mau jadi presiden.
            Tapi kemudian semua menjadi lebih jelas setelah pileg selesai. Sudah bisa diprediksi dua kandidat kuat yang bakal maju. Hingga akhirnya resmilah dua kandidat ini nyapres. Sayangnya, dari awal aku rasa publik udah tahu mereka lebih terpikat sama yang mana dan aku rasa para elite juga udah ada prediksi tentang hasil pilpres. Tapi nggak ada istilah kalah sebelum berperang! Apalagi buat yang udah pengalaman di medan perang. Mulailah kemudian ajang menyebalkan kampanye dan segala black2annya. Well, kita bisa skip bagian itu kan?
            Semakin mendekati hari pencoblosan semakin terlihat mana sang Presiden ke-7. Sayangnya, bersihnya track record, program-program yang ditawarkan serta komitmen beliau nggak sejalan sama Mafia. Mulailah Mafia ini mengambil keputusan skenario mana yang akan dijalankan, dan inilah skenario Kibulan BBM. Ah, tapi tidak semudah itu. Sang Mafia butuh waktu untuk menyiapkan segalanya. Dia pun buying time. Gimana caranya? Mudah. Ajukan saja masalah pilpres ini ke MK dan sang Mafia akan punya tambahan waktu untuk mempersiapkan segalanya. Aduh, masih ada ganjalan lagi. Si Direktur pertamina yang “kuat” itu! Ck, mudah. Depak saja. Bukankah dulu waktu kasus Century juga gampang “membuang” wanita perkasa yang satunya itu? Ini mah masalah sepele. Akhirnya, sang Mafia pun membuat skenario kecil “pembebasan” sang wonderwoman dari kursi tertinggi pertamina. See? Gampang kan? Nggak ada masalah berarti. Biar lebih sempuna lagi ikatan konspirasi ini, mari masukan juga sidang paripurna budget policy. Yang ternyata RAPBN 2015 ditentukan pemerintah yang sekarang ya? Bisa membaca alurnya? Kalau RAPBNnya ditentukan sekarang berarti gampang saja buat menganggarkan ini-itu yang berpotensi menekan program-program inovatif pemerintahan selanjutnya kan? (Sekali lagi, ini OPINI hinaku saja yang notabene sangat awam dalam pengetahuan bidang ini).
            Nah, persiapan selesai. Pas sama kelarnya sidang MK. Kenapa aku dengan kejamnya berpikir sidang MK ini masuk ke skenario? Sekarang aku tanya, gimana mungkin nggak muncul spekulasi di otak sempitku ini kalau ngeliat sidang (yang harusnya, dan aku kira bakalan) serius itu benar-benar seperti guyonan aja? Lihatlah saksi-saksi terpilih itu! Mana yang katanya kecurangan TSM? Eh, nggak apa-apa ding yang penting aku bisa puas ngeliat Om Zoelva. XD. Balik ke skenario Kibulan BBM.
            Begitu MK menegaskan Bapak Presiden ke-7, Mafia mulai mengaktifkan skenario terbukanya. Dengan alasan “kuat” untuk menghemat jebolnya kuota BBM, cabut saja sekian persen distribusi BBM bersubsidi (kalau nggak salah 20%, tapi entah itu cuma berlaku buat solar aja atau bensin juga kena segitu) dan lihatlah, rakyat pun kelabakan. Karena, perumpamaan mudahnya, jaman sekarang siapa sih yang nggak butuh bensin/solar? Sudah seperti air minum kemasan saja para bensin/solar itu. Nah, dengan satu tindakan “kecil” ini saja dampaknya sistematis.
            Kenapa sistematis? Bahas satu-satu ya? Dengan “langka”nya BBM ini maka praktis terjadi antrian yang luar biasa panjang. Menunggu giliran dalam antrian panjang, secara psikologis bakal gampang banget buat nyulut emosi, dan lebih gampang lagi buat menciptakan spekulasi-spekulasi negatif di kepala para pengantre ini (bahkan ide catatan ini juga datang dari antrian kemarin). Apalagi dengan kemungkinan nggak dapet bensin/solar padahal udah ngantri panjang.
            Selanjutnya, dengan pembatasan BBM ini membuat para industri kecil kewalahan. Katakanlah nelayan yang butuh banget solar. Apa jadinya kalau dibatasi? Katakan lagi petani, yang butuh solar juga buat diesel yang mereka pake buat nyiram tanaman mereka. Butuh solar juga buat truk-truk yang ngangkut hasil panen ke pasar. Apa jadinya kalau dibatasi? Katakan juga, industri-industri kecil yang butuh solar juga untuk mendistribusikan produk mereka. Apa jadinya kalau mereka harus menghadapi ketiadaan solar? Daaaaan, gimana aku berangkat ke Solo kalo nggak ada bensin? Hahaha  baiklah, anggap saja itu sisi keegoisanku. ;)
            Kemudian muncul statement dewasa, lebih baik ada tapi harga dinaikkan daripada tidak ada. Padahal kenyataannya tidak semudah itu karena ini masalah habisnya kuota, bukan kenaikan harga minyak dunia. Rumit kan? Itulah kenapa aku bilang ini sistematis.
            . Yang paling mengerikan menurutku adalah perang opini yang sudah sempat padam sebentar dari jaman pilpres dulu mulai mencuat lagi (kalau pengen bukti, coba deh buka fanspage2 yang berkaitan dengan ini, dan tentu saja fanspage oposisi dari presiden terpilih). Kenapa perang opini bagiku mengerikan? Karena menurutku dari yang awalnya opini saja bisa berkembang menjadi suatu kekuatan masif yang berpotensi memicu kerusuhan. Mudahnya begini, kalau misal nih aku meluncurkan gossip “Eh, gue curiga deh si A sama si B itu udah ML! Coba deh lo liat, masa ya mereka sering banget di kamar berdua! Ngapain lagi coba, kan?” gossip cemen ini aku bisikkan ke si C yang katakanlah temenku. Si C ini kemudian ngomong ke si D, E, F, bilang gini, “Kayaknya emang bener deh mereka udah ML.” dan teruus berkelanjutan sampai akhirnya yang tadinya ada kata “gue curiga” jadi hilang sama sekali menjadi hanya, “mereka udah ML.”. Dan gossip ini menyebar seantero kampus dan si A dan B pun dijauhi atau kalau enggak, minimal, pandangan orang-orang udah berbeda ke mereka. Paham maksudku?
            Kayaknya Hitler pernah bilang, “Suatu kebohongan yang dibicarakan terus menerus akan dianggap sebagai kebenaran.”
            Nah, ngerti kan yang aku maksud soal ngerinya opini? Kalau nggak salah kerusuhan-kerusuhan di Timur Tengah juga pemicunya dari “opini” nggak sih? Eh, kenapa jadi ke Timur Tengah dah! Balik ke teori konspirasi Kibulan BBM yah.
            Tujuan dari Kibulan BBM oleh Mafia ini tentu saja pembentukan opini itu. Yang sayangnya didukung dengan permintaan khusus Presiden Terpilih ke Presiden yang sekarang untuk menaikkan harga BBM. Aku paham maksud permintaan Bapak Presiden ini. Jelas sekali bukan? Beliau memikirkan kepentingan rakyat. Rakyat tidak bisa menunggu sampai 20 Oktober saat dirinya dilantik hanya untuk mendapatkan kepastian soal BBM ini (aku rasa ini juga bentuk sifat responsif/cepat tanggap beliau). Makanya beliau mengambil inisiatif ini meskipun dengan pertaruhan blunder dan cacian serta hinaan dimana-mana. Untunglah beliau orangnya easy going. Tapi seperti yang aku bilang tadi soal blunder. Fenomena pilpres mengajarkanku bahwa sebaik apapun suatu niat selalu saja bisa dibalikkan hanya dengan pembentukan opini. Seperti saat kita mencintai “sesuatu”, dalam persepsi kita segala sesuatu yang menyangkut “sesuatu” tersebut selalu terasa benar dan indah. Begitu juga saat kita membenci sesuatu. Maka, pernyataan Presiden terpilih ini akan selalu salah di mata hatersnya.
            Sebenarnya, dinaikkan sekarang atau besok (saat beliau sudah dilantik) menurutku sama saja. Kalau sekarang, para haters akan bilang bahwa Presiden Terpilih nggak mau citranya tercoreng (padahal kalau dipikir, justru itu bakal bikin citranya habis) atau bisa juga bilang disetir partainya (padahal sih ya, bukankah partai pengusung sang Presiden, yang adalah partai oposisi di pemerintahan sebelumnya, justru dari dulu menentang kenaikan BBM?). Kalau dinaikkan besok ntar para haters bakal bilang, “Mana? Katanya pro rakyat?” Ah, serba salah kan? Aku bersumpah deh nggak mau jadi presiden. Ribet bener. Tapi justru itulah tujuan dari sang Mafia. Coba deh, kalau misal opini negatif ini terbentuk, trus katakanlah kepercayaan rakyat pada Presiden menurun drastis, selain kemungkinan rakyat akan menyeret turun sang presiden (ingat 1998?), aku rasa bakal berimbas juga ke IHSG dan keputusan investasi para investor.
            TAPIII, kita udah dewasa kaaan? Dan ini HANYA OPINI lho! Hanya opini yang bakal mungkin terjadi pada masyarakat yang kekanakan. Jelas kita sudah tidak seperti itu kan?
            Nah, itu teori jahatnya. Masih mau baca teori baiknya? Oke bentar aku mandi dulu.

            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

any advice?