Minggu, 06 Juli 2014

Konversi Hutan Menjadi Dua Juta Hektar Sawah!


“Perubahan hutan menjadi sawah akan menimbulkan hal negatif karena hutan adalah wilayah resapan air. Kalau dijadikan sawah malah akan menyebabkan bencana alam, seperti longsor, air juga akan tercemar akibat pengelolaan sawah yang menggunakan pupuk dan bahan kimia. Hutan itu harus direboisasi atau dihijaukan dan dihutankan kembali, bukan dikonversi menjadi sawah, itu keliru,” (Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung, Bejoe Dewangga)

Buat kalian yang nyasar ke blog ini, (atau terjebak gara2 aku share di fb hahaha) aku mau bilang dulu sebelum mulai nulis yang AGAK serius ini hehe. Iya, saya mahasiswa dekave. Iya, saya bukan ahli lingkungan apalagi biologi. Iya, kalian bisa meninggalkan blog ini segera haha.

Oke, aku bukan siapa2 dalam kaitannya dengan topik yang tertulis di judul. Aku cuma pernah sedikit belajar Ilmu lingkungan. Dikiiiiit banget. Dan bentaaar banget. Tapi karena waktu itu dosennya asik dan aku sempet rekam beberapa kuliahnya (dan beberapa kali ngeplay kalo pas lagi kangen mikir haha), aku jadi pengen nulis bahasan sederhana ini. Baiklah, aku ngaku. Ini pemicunya adalah debat capres semalam.. maaf ya jadi bahas capres lagi haha.

Aku nggak nonton full (acara debat itu). Cuma dua segmen terakhir kalo nggak salah (gara2 film Rio2 udah kelar tapi ini acara belum kelar juga jadi ikutan babe nonton deh). Aku awam ya soal visi misi kedua pasang capres, seawam aku pada bahasan ini hahaha. Tapi ada satu statement yang menarik buatku yaitu ada rencana mau mengkonversi hutan jadi sawah. Maigat! Pertama denger aku langsung nggak enak. Seakan jiwa kepedulian lingkunganku terusik! Eaaah haha gaya dikit dah.

Pertama, aku nggak tega sama hutannya kalo mau dikonversi jadi sawah. Berarti akan ada banyak biodivesrsitas yang terancam di sana (dipikiranku saat itu lho). Kedua, aku nggak tega juga sama tanah yang pasti bakal menanggung "beban" berat akibat aktivitas pertanian (sawah) ini. Bayangkan, tanah yang tadinya alami dan bebas bahagia tiba2 harus menerima limpahan zat kimia yang ada dalam pupuk. Imbasnya jadi nyangkut2 ke ekologi, kerusakan lingkungan, kehidupan masa depan, edge of tomorrow (hlo?), dll.

Aku nggak mau (dan nggak boleh kan?) langsung ngejudge, jadi aku dikit2 baca di google, nyari2 soal kebenaran rencana salah satu capres ini. Dan emang bener ada tapi katanya yang dikonversi adalah hutan yang rusak. Nggak ngerti ya tapi akunya masih belum puas gitu dengan rencana itu. Semacam... takut aja gitu lho kalo Indonesia jadi nggak nyaman gara2 masalah ini hahaha. Bukan, bukan, aku cuma mikir aku pribadi lebih suka hutan daripada sawah. Egois ya? Hahaha. Jadi kalau aku sih lebih milih direboisasi aja daripada dikonversi. Dan wow! Pendapatku ternyata sejalan sama Direks Walhi (seperti yang aku kutip di atas sonooooh) hahaha agak bangga juga nih.

Kenapa aku lebih suka hutan? Ini ada kaitannya sama Tropical Rain Forest. Dosen asikku yang aku sebut di atas (Aku nggak akan bilang kalau namanya Puguh Karyanto biar terkesan misterius) pernah bilang di salah satu kuliah Ilmu lingkungannya tentang Tropical Rain Forest,
"Tropical Rain Forest... of the first tropical communities that possessed by Indonesia. We already knew that Tropical Rain Forest bears many kind of diversities, many kind of organisms. Dan kita tahu kalau stratifikasi itu ada di hutan hujan topis. Mereka punya punya strata. Sehingga mereka punya daya dukung biodiversitas yang luar biasa. Hutan hujan topis punya tiga lapisan yang setiap lapisannya dihuni oleh organisme-organisme yang spesifik. Kita tahu bahwa anggrek yang hidup di lapisan bawah sudah berbeda dengan anggrek yang berada di lapisan atas." (--> dari rekaman yang ditulis ulang)

Keren ya? Begitu kayanya hutan tropis (kita) itu. Beliau juga pernah bilang bahwa hutan hujan topis di Indonesia is a sustainer for global climate control. Penyangga iklim dunia! Bagaimana bisa? Karena mereka bisa membuat hujannya sendiri, bisa mengatur suhunya sendiri, dan lain sebagainya. See? They're cool Man!

Tapi rusak. 

Sumber : http://ridhanu.wordpress.com
/2010/08/02/foto-terbaru-hutan-tropis-indonesia/
Hutan kita rusak parah. Padahal ini penyangga iklim dunia! Istilahnya, ini hidup kita! Okelah kalau misalnya kita nggak hidup sampai saat naas itu seenggaknya kan berarti ini hidup adek2 kecil kita, hidup anak2 kita, anak2 tetangga kita, anak2 anak2nya kita, dan seterusnya. Bahkan saking mirisnya, saking khawatirnya dunia terhadap hutan kita, pihak Asian Development Bank sampai menjanjikan bakal ngasih 33juta dolar per tahun buat Indonesia kalau kita bisa menjaga hutan hingga kerusakannya mencapai 0%! Kebayang nggak sih? Kita dikasih duit just for do nothing gitu. Buat nggak usah mengusik hutan. Buat menahan diri dari nebangin hutan kita sendiri! Keren nggak sih? Tapi nyatanya kita nggak pernah dapet tuh uang itu. Tau kan apa artinya? Bahkan kita pernah masuk ke Genius book of record buat kerusakan biodiversitas terparah di dunia!

Nah, hutan-hutan yang rusak ini yang rencananya mau dikonversi ke sawah. Sederhananya begini (karena tadi udah sempet menyinggung soal masa depan sih), kita lebih milih mana sih, menyembuhkan penyangga iklim dunia yang pastinya juga secara otomatis menginvestasikannya buat masa depan dunia (dan dibayar lagi sama ADB) ataaaau mengubahnya jadi 2juta hektar sawah? Sama2 ada hal positifnya kok. Yang pertama, kalau kita lebih milih mereboisasi kita bakal dapet udara yang segar, iklim yang normal, kekayaan biodivesitas, peningkatan ekonomi, kesejahteraan rakyat, dan lain-lain. Kita bisa dapet banyak hal dari Hutan! Yang kedua, kalau diubah jadi sawah, kita bisa makan, sama... erm.. udah mungkin ya. Iya bisa makan. Palingan ntar imbasnya jadi bisa swasembada pangan (kalau berhasil).

Yang mau aku bilang sih, kita lebih milih mana sih? Menuhin perut sendiri (sekarang) atau menginvestasikan suatu aksi biar kelak anak cucu kita tuh kalau kita lagi ngomongin hutan mereka nggak bakal bilang, "Kek/Nek, Hutan itu apa?" Ngeri nggak sih?

Mungkin ide rencana ini berkiblat pada keberhasilan swasembada pangan pada masa Orde Baru. Mungkin lho yaa. Mungkin ada misi dalam misi yang telah dipaparkan buat mengangkat nostalgia keindahan Orde Baru kepada rakyat indonesia era reformasi (sekarang). Menawarkan kembali betapa luar biasanya Revolusi Hijau saat itu.

Ada yang menarik di sini. Revolusi Hijau.

"Revolusi hijau adalah penghalang terbesar bagi gagasan reformasi agraria dan land reform. Revolusi hijau selain memperburuk kehidupan petani juga menyebabkan semakin dikuasainya sebagian besar alat produksi di tangan segelintir orang, dan juga mengakibatkan tergusurnya petani perempuan di sawah. Revolusi hijau secara kultural, ekonomi, politik, dan pengetahuan, telah mengakibatkan proses dehumanisasi dipedesaan. Dengan begitu, program tersebut tidak akan mengantarkan terwujudnya petani sejati" (Sukoco, 1999).

Aku bukan generasi Orde Baru (Yaa mungkin emang udah lahir tapi kan nggak ngerti apa2 waktu itu) jadi tentang masa keemasan Orba cuma bisa aku pelajari aja. Cuma bisa baca-baca aja. Dan aku kurang setuju sama Revolusi Hijau ini. Bukaaaan! Bukannya aku nggak mau Indonesia mentereng di dunia Internasional. Bukan aku nggak mau Indonesia bisa swasembada pangan. Ya... gimana ya. Mungkin caranya yang buru2 itu yang nggak aku suka. Kayak yang aku sebutin di atas, aku kasian aja sama tanah2 yang harus menerima massa pupuk yang begitu ganas. Aku pernah denger dosenku dulu bilang nih kalau akibat revolusi hijau itu tanah kita jadi rusak. Rusak dalam artian ya itu akibat menerima pupuk kebanyakan. Kan itu kayak diforsir banget kan cuma buat memenuhi program revolusi hijau. Itu buat mensterilkan tanah lagi kan butuh waktu banget tapi yang ada justru kita memforsirnya. Terus-terusan ngasih pupuk, nanem ini-itu. Ada hal-hal yang diabaikan. Salah satunya Local Genius/Local Wisdom atau Kearifan Lokal yang udah susah payah di-mindset-in sama kakek/nenek moyang kita terkait bagaimana seharusnya kita berinteraksi dengan alam. Oh God. Kenapa jadi kemana2 begini? Oke, suatu saat nanti aku bahas juga deh soal Kearifan Lokal ini. 

Yeah inti dari tulisan ini sih aku nggak setuju sama program konversi hutan ini. Cari cara lain gitu kalau bisa sih. Serius. Aku bukan nggak mau kita bisa swasembada pangan. Tapi pasti adalah cara lain. Kalau emang kepepet pet pet banget yaa.. jangan banyak2 ya ngonversinya? Hehe. Pliiis banget.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

any advice?