Kamis, 21 Mei 2015

Udel



Hari ini sejauh ini biasa aja. Tadi ada presentasi tapi ya udah nggak ada yang spesial. Aku cuma lagi pengen nulis aja. Owiya, soal postingan sebelumnya, ternyata itu disengaja, Gaes. Dipost di instagram. Dan mereka bangga. Ah, entahlah terlalu jungkir balik. Aku nggak ngerti lagi. Mungkin emang akunya yang kelewat cupu.

Ada lagi. Semalem nemu sosis bakar enak di belakang ISI. Wih! Matengnya ampe dalem! Udah cuma mau pamer aja sih. Intinya, tulisan ini nggak akan berisi apa-apa. Aku cuma baru aja bangun dari tertidur siang (nggak ngerti kenapa akhir-akhir ini gampang banget tidur siang). Terus ada sedikit hal yang pengen ditulis tapi kayaknya aku nggak terlalu punya hak jadi ya aku cancel. Sebenernya masih ada kerjaan menunggu tapi nggak tahu kenapa males banget mau ngerjain sejak kliennya berubah jadi plin-plan nggak jelas. Ada juga bahan konsulan yang juga harus dikerjain buat besok tapi, oh please, gue baru bangun!

Ngomong-ngomong, aku berencana pulang minggu ini. Facial foamku abis dan mukaku secara berkala mulai mongering dan nggak enak. Ah, susah emang kalo facial foamnya nggak bisa didapetin dimanapun. Harus balik dulu buat dapetinnya. Tapi nggak papa, mau sekalian facial juga. Manjain diri setelah semua yang terjadi (cyailah, gaya parah!) rasanya perlu juga. Lagipula, ada undangan kawinan temen yang harus aku datengin. Jadi ngerasa tua kalau gini. :’( Ini yang paling sial, aku nggak punya baju yang layak! Ah, Man, kenapa sih ke kawinan aja ribet! Semua orang harus pake gaun, aku mana punya begituan! Ntar deh, aduk-aduk lemari nyokap. Kita liat aja bisa dapet apa…… yang bisa dipaduin sama sepatu kets. Hehe.

Kenapa akhir-akhir ini (meskipun nggak jelas) aku seringin nulis di sini? Aku lagi ada proyek pribadi tentang tulis-menulis ini dan udah terbengkelai mampus hampir dua semester. Padahal bener-bener kurang dikit lagi. Jadi, karena bahan bacaan “berat”ku abis, belum ada duit buat beli baru, aku lemesin dulu deh nulisku di sini. Mau buang semua “sampah” dulu biar bisa dapet tulisan dengan karakter yang sama kayak dulu.

Heran ya? Anak DKV bukannya ngegambar, bikin komik, atau apalah, malah bikin novel hahaha. Yeah, semua orang punya hobi masing-masing kan? Seperti futsal, basket, shopping, atau semacam itu. Ini semacam hobiku. Semacam “pelarian”ku untuk meraih duniaku sendiri. Dunia dimana aku bisa jadi apapun di sana. Aku bisa ngapa-ngapain di sana. Ah, susah jelasinnya, kecuali kalian juga suka bikin cerita.

Jadi inget, entah satu atau dua minggu lalu. Aku iseng main ke gramed sendirian. Nemu buku asik di sana. Tentang gimana seorang introvert hidup di dunia yang dijejali esktrovert. Aku lupa judul dan penulisnya. Nggak berniat beli juga jadi cuma aku baca di sana.

Introvert. Itu (bisa jadi) aku. Keliatan nggak? Hahaha, rata-rata temen yang sering main sama aku bilang nggak keliatan. Yah, mungkin introvertku nggak separah itu (meskipun dari tes di buku itu bilang aku cukup parah sih. Ah, tapi jangan terlalu percaya. Musyrik.) Aku nemu istilah yang bisa mewakili, yaitu ambivert. Ambivert itu introvert yang terkadang bisa jadi ekstrovert. Meskipun dengan (semacam) syarat-syarat khusus. Seorang ambivert bisa “menahan diri” dengan berada dalam sekumpulan orang namun setelah itu berakhir dia membutuhkan waktu sendiri untuk, istilahnya, me-recharge dirinya. Nah, aku bisa seperti itu tapi nggak bisa dalam jangka waktu yang terlalu lama. Mungkin ini juga yang menjelaskan kenapa aku selalu hanya punya temen main (kalau nggak mau dibilang deket) satu. Dari dulu begitu. Aku akan “kelelahan” jika harus terjebak dalam sebuah kelompok dalam waktu yang lama. Pasti bakal jadi nggak konsen dan berakhir asyik sendiri. Kasian yang lain. Ini salah satu yang bikin agak parno pas KKN entar. Tapi harusnya sih baik-baik aja mengingat aku nggak terlalu kenal (apalagi deket) dengan mereka. Dan kurasa ini juga cukup menjelaskan kenapa aku tidak terlalu suka acara “asal kumpul” yang dibikin anak-anak kelas. Terserah deh mau disindir bagaimanapun juga. Ingat, nggak terlalu suka ya bukan sama sekali nggak mau. Karena terkadang aku menikmati juga acara semacam itu. Bagaimanapun, memperhatikan manusia itu asik. ;)

Balik ke introvert. Kata buku tadi cara mudah (kalau aku bilang sih gokil) buat tahu sejatinya kita introvert apa enggak itu lewat udel. Hah? Udel? Iya. Kalau udelnya masuk ke dalam itu mayoritas manusia introvert. Sebaliknya, kalau menyembul keluar, biasanya dia ekstrovert. Hahahaha aku juga nggak ngerti apa hubungan udel dengan introvert-ekstrovert ini. Ah, bisa jadi si penulis buku ini saja yang sok tahu. Tapi aku menikmati bukunya.

Seringkali seorang introvert dianggap “aneh” oleh para ekstrovert dengan cara mereka menikmati “dunia” mereka. Mungkin semacam kami (yaampun, udah kayak suku-sukuan aja pake “kami” kalian” hahaha) yang nggak ngerti cara berpikir orang ekstrovert plus dengan tindakan-tindakan mereka, mungkin para ekstrovert pun demikian ya? Sepertinya aku jadi nemu sedikit titik cerah tentang “masalah” angkatanku. Hahaha, sok tahu lagi deh kan.

 Balik lagi ke dunia esktrovert. Yah, sayangnya dunia ini terlanjur “dikuasai” ekstrovert. Dan, karena aku ada di antara keduanya, jadi rasanya jadi aneh. Saat aku lagi pengen sendiri, kemana-mana sendiri, belanja sendiri, ke toko buku sendiri, ke salon sendiri, di cafĂ© sendiri, aku dibilang jomblo desperate (“_ _). Duh. Menderita sekali hidupku ya? Fuh. Gimana caraku bilang ke kalian, hai para ekstrovert, bahwa itu caraku menikmati banyak hal? Ah, susah jelasinnya. Aku juga nggak mau repot-repot juga sih. Selama itu nggak merugikan siapapun, kurasa aku nggak perlu menjelaskan, kan?

Tiba-tiba aku pengen salak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

any advice?